FILOSOFI

“CINTA”
            Para pecinta kebenaran dan pemeluk Islam hanya dapat kukuh pada musibah yang akan pasti datang kepada mereka semata-mata dengan tetap terjaganya kecintaan (mahabbah) mereka terhadap Ahlil Bait AS. Semua itu dapat dihidupkan dan dirasakannya langsung pada musim duka, seperti yaum asy-syura. Ketika cinta kepada Ahlil Bait AS merupakan timbangan (mizan) atau alamat untuk menentukan iman seseorang, dikumandangkan syiar; kullu yaumin asyura wa kullu ardhin karbala. Itu karena asyura dan karbala merupakan sarana untuk menghidupkan cinta yang sangat kuat kepada Ahlil Bait AS.
            Makna mahabbah terhadap Ahlil Bait AS bagi setiap orang adalah tsawab. Banyak hadist dari lisan suci para aimmah maksumi AS menceritakan misalnya : “Siapa mencintai ahlil Bait AS tidak akan mati kecuali malaikat menyambutnya.” Atau, “Tidak akan mati siapa yang cinta kepada ahlil bait as kecuali telah diampuni dari dosa yang dilakukannya.”
            Tsaurah Imam Husein, dalam pembahasan-pembahasan yang diungkap oleh para ulama-ulama kita, salah salah satunya adalah untuk mewujudkan amar ma’ruf nahi mungkar. Selain itu, ada suatu keberadaan yang merupakan zat dari Tsaurah Imam Husein AS, yakni mahabbah. Yakni wujudnya kecintaan pada pribadi suci Al-Husein AS, cinta kepada aturan syariat yang diturunkan melalui kakeknya, Rasullulah Saww.

Makna Cinta

            Pada dasarnya, cinta bukan zat pada diri manusia, karena manusia tidak wujud atau membawa perasaan cinta. Cinta adalah sesuatu yang mengalami penyempurnaan (istikmal), cinta merupakan kualitas pada jiwa manusia. Besarnya kualitas jiwa seseorang ditentukan oleh besar kecilnya rasa cinta pada dirinya. Semakin kuat pengaruh cinta pada diri seseorang akan mengangkat kualitas jiwanya.
            Cinta adalah suatu pemberian, bukan diupayakan. Manusia tidak pernah dan tidak akan dapat berusaha menanamkan cinta pada dirinya. Cinta adalah sesuatu yang diturunkan Allah SWT dan ditempatkan pada manusia. Maka, cinta atau tidak cintanya seseorang merupakan permasalahan ijbar bukan ikhtiyar.
            Ketika Alah SWT membicarakan masalah mawaddah, Ia tidak menyampaikannya dalam konteks syariat, melainkan dalam konteks takwini. “…waja’ala bainakum mawaddatan wa rahmah..” Allah “menjadikan”, (amrun ja’al), adanya mawaddah dan rahmah kepada kalian.
            Sebagaimana manusia mempunyai ilmu, bahwa terbukanya hijab dan tersingkirnya  kebodohan, dari tidak tau menjadi tahu, tak pernah diusahakan oleh manusia. Meskipun manusia mempunyai peluang dalam melakukan mukadimmah untuk menjadi tahu. Namun ketentuan menjadi tahu tidak berada dalam diri manusia, karena ilmu sebagai ilmu ada pada kuasa Allah SWT.
            Imam Ja’far Ash-shadiq AS, misalnya, mengatakan bahwa ilmu yang  sebenarnya dan ada yang menyerupai ilmu (syabihul ‘ilm). Syabihul ‘ilm tidak menjadikan apapun. Seseorang merasa mempunyai ilmu, tetapi ilmu tersebut tidak merubah apapun dalam dirinya. Dalam doa ta’kib shalat ashar, kita meminta perlindungan Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.
            Bila hendak disifatkan tentang doa ini, maka ketika berbicara tentang ilmu saja, apapun bentuk ilmu tersebut adalah bermanfaat. Kemudian kita meminta perlindungan Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Karena, ilmu itu bisa saja kita miliki, tetapi bukan hakikat ilmu. Karena hakikat ilmu sebagai ilmu bukan ikhtiar manusia.
            Cinta pun demikian adanya. Cinta yang sebenarnya bukan ikhtiar manusia, tetapi ditanamkan, diberikan oleh Allah. Karena itu, merupakan kelaziman bagi setiap manusia untuk selalu berupaya mencari mukadimah untuk mendapatkan pemberian Allah tersebut, yakni Al-hub, cinta yang sebenarnya, bukan cinta yang kita sendiri tidak jelas dengan maknanya (yang menyerupai cinta). Cinta yang sebenarnya menghapus keinginan.
            Cinta tidak berhubungan dengan keinginan. Sementara banyak sekali wujud keinginan yang tidak terpisahkan dari keinginan-keinginan.. Ketika cinta bersumber dari keinginan maka cinta itu banyak, seperti fisik, khayal, yang semua itu bersumber dari ego manusia.

Arah Cinta

            Di dalam nasihat perkawinan, ayatullah Madhahiri memberikan beberapa alternatif untuk mempertahankan keharmonisan rumah tangga. Misalnya, seseorang harus mempertahankan kebersihan agar tidak bau, agar keharmonisan rumah tangga terjaga. Yang demikian ini bukan cinta sebenarnya, tetapi karena adanya tuntutan dalam cinta itu sendiri. Namun demikian, hal itu pun harus tetap dipertahankan, karena manusia tidak mampu menghindar darinya. Jadi apa yang dianjurkan dalam nasihat perkawinan itu bukan untuk mendapatkan wujud cinta yang hakiki melainkan agar apa dirasakan dalam hubungan suami istri tidak merusak cinta yang sudah dimiliki, meskipun kadarnya sedikit sekali.
            Contoh lain adalah dalam hubungan kita dengan orang lain. Jika kita mencintai karena adanya keinginan-keinginan terhadap orang tersebut, maka kalau keinginan tersebut hilang satu per satu, atau kita berubah tidak menginginkannya maka pagar cinta itu akan mulai rontok. Hendaklah jangan mengharapkan perhatian dari pasangan atau orang lain. Kalau kita mengharapkan perhatian, pujian dari apa yang kita lakukan, maka kita tidak pernah akan merasa puas. Dan kalau kita tidak mendapatkannya, kita akan kecewa. Sehingga yang tadinya memiliki perasaan cinta menjadi hilang.
            Berbeda kalau harapan itu kepada Allah. Bila harapan adalah tsawab dan pujian dari Allah, maka kita tidak akan pernah kecewa meskipun apa yang kita inginkan dari sisi lahir tidak kita dapatkan.

Cinta, Untuk Siapa

            Ala kulli hal. Cinta merupakan sesuatu yang ditanamkan, bukan diusahakan. Cinta sama dengan hidayah, cahaya, ilmu yang ditanamkan Allah SWT kepada manusia. Dan Allah punya hak mutlak untuk memilih, siapa yang harus diberi dan siapa yang tidak berhak atasnya, siapa yang berhak memiliki rasa cinta kepada Ahlil Bait AS dan siapa yang tidak. Disini kita tidak berbicara mengenai masalah qadha dan qadar Allah.
            Tidak satupun dari manusia yang mampu menanggalkan pilihan Allah. Allah mengutamakan sebagian manusia dari manusia lain. Allah telah memilih anbiya diantara sekian manusia. Allah juga memilihkan ausiya diaantara sekian yang lain. Allah pun memilihkan penolong-penolong bagi ausiya-ausiya tersebut dari sekian banyak manusia. Maka menjadi kelaziman bahwa manusia bersyukur dengan merasakan sungguh-sungguh adanya satu jasa yang sangat besar yang dituangkan Allah SWT kepada mereka lewat wujud mahabbah, meskipun sedikit sekali.
            Mahabbah bukan upaya kita. Allah memilih diantara sekian banyak manusia. Dan kita termasuk orang-orang yang dipilih untuk memiliki sedikit mahabbah kepada Imam Husein AS, kepada Ahlil Bait AS. Sehingga kalau kita pikir dan renungkan, apa yang sebenarnya sudah saya lakukan? Apa yang sudah saya perbuat untuk Islam?.
            Sehingga layak kita mendapatkan anugrah yang sedemikian besar dari Allah SWT, berupa cinta kepada Rasulullah dan Ahlil Bait AS.

Menjaga Cinta

            Dalam kondisi keadaan seperti ini, mahabbah kepada Imam Husein AS merupakan hadiah yang sangat besar dan itu hanya dimiliki orang-orang yang dipilih oleh Allah SWT. Saat kesadaran itu kita dapatkan, maka kita bertanya apa yang seharusnya harus saya lakukan? Apa yang kita perbuat untuk menjaga rasa cinta yang ditanamkan Allah kepada diri manusia itu.
            Kita lihat diri kita. Kita harus menyadari bahwa dalah besarnya cinta kepada Ahlil Bait tersebut, sebenarnya banyak hal yang merupakan penyerupaan cinta, bukan hakikat cinta. Kita memiliki keinginan dan kecenderungan diri yang sejauh ini tidak bertentangan dengan wujudnya Ahlil Bait AS.
            Misalnya, setiap manusia berusaha menghindar dari segala bentuk musibah. Bahkan sedikit sekali manusia yang dapat menahan diri terhadap musibah, fitnah, penghinaan yang datang pada dirinya. Sedangkan cinta kepada Ahlil Bait AS, cinta kepada kebenaran melazimkan manusia untuk bertemu dengan berbagai musibah. Rasulullah mengatakan :..”Bersiaplah engkau mengenakan jubah musibah, jubah penderitaan ..”. Karena wujud cinta kepada Ahlil Bait AS akan mendapatkan tantangan yang besar.
            Dalam logika Al-Qur’an disebutkan ; “… Sedikit dari hamba-hamba yang bersyukur..”
            Ahlil Bait AS, Imam Husein AS, adalah figur yang menjadi contoh, panutan, mizan tentang makna syukur, makna raja’. Makna orang yang rindu terhadap rahmat Allah SWT. Sehingga selama adanya Ahlil Bait AS dan para syi’ah beliau AS, maka akan nyata di dunia ini siapa yang bathil dan siapa yang hak. Selama kebenaran ada, kebatilan menjadi jelas, kekafiran menjadi nyata.
            Orang yang menempatkan mahabbah kepada Ahlil Bait AS, itu juga menjadi mizan terhadap segala bentuk kebatilan. Karena apa yang mereka ucapkan adalah apa yang diucapkan oleh Ahlil Bait AS. Sehingga Imam Ja’far AS mengatakan; “Yang namanya nasibi (orang yang memerangi Ahlil Bait AS) bukan orang yang secara langsung mengkafirkan kami, yang secara langsung memerangi kami tetapi nasibi adalah orang-orang yang memerangi kalian, yang menuduh kalian kafir, sesat, yang berusaha memadamkan cahaya yang kalian bawa dari kami, hanya dikarenakan karena kalian menyatakan bahwa kalian berwilayah kepada Ahlil Bait AS.Dan kami berlepas diri dari musuh-musuh Ahlil Bait AS”. Sehingga kalau kita perhatikan dalam doa ziarah, hal ini selalu kita nyatakan ; “kepadamu kami berwilayah dan kepada musuh-musuhmu kami berlepas diri”.
            Adanya ikrar wilayah kepada Ahlil Bait AS dan ikrar memerangi musuh Ahlil Bait AS menjadikan kita mengangkat hujjah Ahlil Bait. Dan ini menjadi mizan antara hak dengan batil. Tidak satupun dari umat Muhammad Saww, pencinta ahlil bait AS, yang mengangkat syi’ah. Mereka tidak menjaga, mengagungkan, memuliakan syi’ah. Tetapi mereka menjadi mizan antara kebenaran dan kebatilan karena wujud syi’ah.
            Dia menjadi mizan antara kebenaran dan kebatilan, dikarenakan adanya hujjah, yaitu Ahlil Bait AS, karena kecintaannya kepada Ahlil Bait AS, karena mengikuti jejak Ahlil Bait AS.
            Para pencinta Ahlil Bait menjadi mizan dan secara otomatis akan mendapat tekanan. Mereka mendapat berbagai bentuk musibah, fitnah, akan dihinakan, diasingkan, akan dibunuh, dikejar-kejar. Bahkan diantara orang yang sering bersama kita termasuk pelarian, orang yang dikejar-kejar, yang harus meninggalkan tempat, keluarganya demi mengangkat hujjah Ahlil Bait AS. Jika manusia belum sampai pada musibah yang menjepit, maka yang disebut “penyerupaan cinta” itu belum teruji, yang kita punya keinginan sendiri selain keinginan Ahlil Bait AS. Selama itu belum mengenai diri kita, kita masih belum teruji.

Makna Sejatrah

            Tsaurah Imam Husein AS menggambarkan semua perasaan cinta, dari semua pengikutnya. Dalam kejadian asyura, ada beberapa model pribadi yang dapat kita pelajari. Ada dari mereka yang membela Imam Husein AS, mereka yang menentang anak panah untuk menyelamatkan Imam sampai bahkan ada yang menyerahkan jiwanya kepada Imam Husein AS.
            Ada yang membela Imam Husein AS dan ia sama sekali tidak mau menerima ajakan musuh untuk memerangi Imam, tetapi ia juga tidak mau mengorbankan jiwanya untuk Imam Husein AS sehingga mereka hanya duduk di kuffah dan tidak ikut campur dalam masalah ini. Mereka berlepas diri, tidak setuju akan tindakan musuh-musuh Imam Husein AS dan tidak mau ikut campur karena takut akan murka Allah SWT. Akan tetapi mereka juga takut akan menjadi korban jika turut bersama Imam Husien AS
            Ada juga orang yang memiliki cinta kepeda Imam Husein AS, tetapi cinta kepada diri sedemikian kuatnya, sehingga cintanya kepada Imam Husein AS tertutupi. Mereka terpaksa  menerima ajakan musuh untuk memerangi Imam Husei AS karena takut akan keselamatan dirinya, walaupun tangan mereka terasa berat untuk memerangi Imam Husein AS. Mereka mengetahui kebenaran Imam Husein AS, tetapi tetap saja pedang diangkat, busur ditarik, panah dilepaskan untuk memerangi Imam Husein AS meskipun yang dilakukan mereka itu sangat bertentangan dengan hati mereka sendiri.
            Ada juga kelom[ok yang memang cenderung memerengi Imam Husein AS setelah situasi berubah, demi mencari kepentingan sendiri. Ketika masyarakat memberikan dukungan kepada Imam Husein AS, maka iapun mendukung Imam Husein AS karena melihat kemenangan sudah didepan mata, tetapi ketika situasi berubah iapun balik memerangi beliau AS.
            Kelompok-kelompok ini ada di dalam kejadian asyura, karbala. Imam Husein AS menghadapi semua kelompok ini dalam pandangan yang sama. Maksudnya, hubungan beliau AS dengan para sahabatnya adalah sama sebagaimana Imam Husein AS berhubungan dengan Allah SWT. Karenanya Imam Husein AS mengadukan keadaannya kepada Allah, “maka lihatlah ya Allah, apa yang mereka lakukan terhadap putra nabi-Mu”. Imam Husein AS juga melihat apa yang mereka lakukan terhadap orang-orangt yang mendukungnya, yang pada saat itu Imam Husein As berusaha mensejajarkan dirinya dengan pera pendukungnya dengan berulang kali mengatakan “Jazakallah, jazakallah, jazakallah”.
            Dengan kelompok lain Imam Husein AS berusaha membujuk mereka dengan hujjah-hujjah dengan mengatakan ; “Tidakkah kalian ingat siapa aku?”. Yang diceritakan dalam sejarah bahwa mereka hanya menundukkan wajah mereka.
            Untuk kelompok yang ketiga, Imam Husein AS menantang mereka dengan hujjah-hujjah. Beliau AS mengatakan; “ kalaupun kalian tidak takut lagi kepada amarah Allah SWT, maka hormatilah hidup kalian di dunia.” Imam Husein AS mengatakan kepeda kelompok yang berat untuk memerangi Imam AS, tetapi mereka lebih berat kalau ditekan oleh musuh-musuh beliau AS dengan mengatakan ; “Kalian adalah orang-orang yang tidak takut kepada Allah, tetapi kalian jangan sampai tidak menghormati diri kalian ketika masih hidup di dunia ini, yakni jangan menjual diri kalian kepada musuh-musuh Allah”. Imam ber-hujjar kepada mereka.
            Kepada kelompok yang keempat, Imam melaknat mereka.
            Lalu kita kembali. Kalau pada momen-momen seperti yaum asyura, dengan kita kembali membaca, memperhatikan apa saja yang terjadi pada masyarakat saat dihadapan Imam Husein AS, maka pada bagian-bagian tertentu ada hal yang dapat membengkitkan perasaan duka, kesedihan kita terhadap musibah yang diderita Imam Husein AS dan keluarganya AS. Semakin besar duka kita, semakin hidup rasa cinta kita kepada Imam Husein AS.
            Banyak sekali kisah-kisah khusus yang berkaitan dengan derita keluarga Rasullullah Saww yang terdapat dalam maktal asyura. Yang jika dibaca dapat mengingatkan manusia akan derita keluarga AS, membuat kita berduka akan musibah Ahlil Bait AS, yang akan menghidupkan kembali dan membesarkan rasa cinta kita kepada Imam Husein AS, dan menjadikan kita semakin mudah untuk memerangi syabihul hub, yang menyerupai cinta,. Yakni kita harus berpikir, haruskah berkorban untuk kepentingan Ahlil Bait AS, untuk memudahkan kita mengalahkan ananiyah, keakuan, cinta diri.












BELAJAR MENCINTAI SESEORANG YANG TIDAK SEMPURNA DENGAN CARA YANG SEMPURNA  

KETIKA KITA BERTEMU ORANG YANG TEPAT UNTUK DICINTAI, KETIKA KITA BERADA DI TEMPAT PADA SAAT YANG TEPAT, ITULAH KESEMPATAN. KETIKA KITA BERTEMU DENGAN SESEORANG YANG MEMBUATMU TERTARIK, ITU BUKAN PILIHAN, ITU KESEMPATAN. BERTEMU DALAM SUATU PERISTIWA BUKANLAH PILIHAN, ITU ADALAH KESEMPATAN.
BILA KITA MEMUTUSKAN UNTUK MENCINTAI ORANG TERSEBUT, BAHKAN DENGAN SEGALA KEKURANGANNYA, ITU BUKAN KESEMPATAN, ITU ADALAH PILIHAN. KETIKA KITA MEMILIH BERSAMA DENGAN SESEORANG WALAUPUN APAPUN YANG TERJADI, ITU ADALAH PILIHAN. BAHKAN KETIKA KITA MENYADARI BAHWA MASIH BANYAK ORANG LAIN YANG LEBIH MENARIK, LEBIH PANDAI, LEBIH KAYA DARIPADA PASANGANMU DAN TETAP MEMILIH UNTUK MENCINTAINYA, ITULAH PILIHAN.
PERASAAN CINTA, SIMPATIK, TERTARIK, DATANG BAGAI KESEMPATAN PADA KITA. TETAPI CINTA SEJATI YANG ABADI ADALAH PILIHAN. PILIHAN YANG KITA LAKUKAN. BERBICARA TENTANG PASANGAN JIWA, ADA SUATU KUTIPAN DARI FILM YANG MUNGKIN SANGAT TEPAT : "NASIB MEMBAWA KITA BERSAMA, TETAPI TETAP BERGANTUNG PADA KITA BAGAIMANA MEMBUAT SEMUANYA BERHASIL" PASANGAN JIWA BISA BENAR-BENAR ADA DAN BAHKAN SANGAT MUNGKIN ADA SESEORANG YANG DICIPTAKAN HANYA UNTUKMU. TETAPI TETAP BERPULANG PADAMU UNTUK MELAKUKAN PILIHAN APAKAH ENGKAU INGIN MELAKUKAN SESUATU UNTUK MENDAPATKANNYA, ATAU TIDAK... KITA MUNGKIN KEBETULAN BERTEMU PASANGAN JIWA KITA, TETAPI MENCINTAI DAN TETAP BERSAMA PASANGAN JIWA KITA, ADALAH PILIHAN YANG HARUS KITA LAKUKAN. KITA ADA DI DUNIA BUKAN UNTUK MENCARI SESEORANG YANG SEMPURNA UNTUK DICINTAI TETAPI UNTUK BELAJAR MENCINTAI ORANG YANG TIDAK SEMPURNA DENGAN CARA YANG SEMPURNA.
                              


Tidak ada komentar:

Posting Komentar